TELUR CEPLOK DI PAGI HARI (BELUM ADA JUDUL PASTI :P)

Cerita ini berdasarkan gabungan antara nonfiksi dan fiksi. Enjoy

maka pada suatu pagi hari tadi, aku terbangun dari sofa coklat yang luar biasa menarik hati untuk kembali bermimpi bersamanya, tetapi tchaikovsky mengeong marah meminta jatah sarapannya dihidangkan dengan cepat. kulihat disekelilingku mencerna pendengaranberharap ada yang mendengar rengekan kucing tua itu dan berinisiatif untuk melayaninya. sayang sekali hanya suara wanita didalam tv yang sedang membacakan berita yang tak pernah tuntas itu yang terdengar, tak ada derap kaki ataupun tawa lebat diruang makan.
aku benar-benar sendiri.
tak lama setelah aku bangkit dari harapan untuk masih bisa bersantai bersama si sofa coklat dan melayani tangis sang raja, terdengar pintu ruang tamu terbuka dan muncul sesosok wanita paruh baya yang berbadan kecil serta berambut sangat keriting membawa dua kantong plastik penuh dengan sayur dan daging ayam, hasil dari perebutan bersama ibu-ibu di tukang sayur keliling dekat kolam renang perumahan.
“wong wedok kok ya masih kucek-kucek mripa?” tanya nya sambil berjalan ke dapur. “acara semalam terlalu melelahkan, mbak diyah” sahutku.
aku berjalan ke arah kamarku dan mencabut smartphone baruku dari charger bulukan yang sudah turun-temurun digunakan oleh keluargaku. kunyalakan benda itu dan berseru, “sial. kenapa seluruh datanya hilang?!” dan melempar gadget malang itu ke kasur yang akhirnya mendarat diatas lantai. terlalu lelah untuk berteriak, aku hanya berlalu menujukan arah ke meja makan.
gala premier film pertama yang diperankan kakakku berjalan dengan sangat lancar tadi malam. tetapi kebijakan kakakku untuk memerhatikan masalah pertengkaran kemarin sore belum ia prioritaskan dan membuat acara tadi malam penuh kesuraman dan suasana janggal untukku seorang (yah setidaknya terlihat hanya aku satu-satunya).
“sudahlah, waktu liburan akhir pekanmu yang berharga jangan disiakan hanya dengan pesta bodoh malam tadi” batinku berkata.
“mbak, telornya apa mau didadar atau ceplok tok?” tanya mbak diah dari dapur. terlalu tidak sopan jika kujawab dengan sedikit berteriak supaya beliau mendengar, aku pun memutuskan untuk menghampirinya di dapur.
“biar aku aja yang masak, mbak” jawabku akan pertanyaan pilihan beliau tadi. “oh yo wes aku potong ayam dulu” sahutnya dan aku pun mengambil alih posisinya didepan kompor.
dua butir telur putih tergeletak cantik di atas lap biru yang mengamankan mereka dari kemungkinan jatuh sia-sia. aku mengambil butter dari kulkas dan mencungkilnya sedikit untuk dilelehkan di atas wajan anti lengket yang dilanjutkan dengan memecahkan si dua telur putih diatasnya.
aku tidak bisa bohongi diri untuk tidak memikirkan kesuraman tadi malam, dan tanpa sadar telur-telur cantik itu sudah matang dengan rapih. kuletakkan telur-telur yang telah menggabungkan dirinya satu sama lain itu diatas piring bercorak bunga lamanda yang mengingatkanku akan almarhumah nenekku. biasanya nenekku selalu menenangkanku saat keadaan perasaan seperti ini melanda. aku merindukannya. sama seperti aku merindukan telur ceplok buatan kakakku. aku tahu dia menaburkan lada, tapi aku tetap biasa berpura-pura kagum atas misteri telur ceplok terenak karyanya.
aku duduk di kursi meja makan ruang tengah, memandangi telur ceplok sederhana itu.
bagaikan sepasang mata terindah memandangku sendu, sang telur seraya berkata, “kau terbangun dari tidurmu dengan kelelahanmu dan langsung berhadapan dengan dunia yang tidak selalu seperti taman bunga matahari indah seorang diri. bersyukurlah.”
aku terdiam sejenak, dan menyantap telur ceplok itu dengan damai.
maka pada suatu pagi hari, aku bersyukur atas telur ceplok di atas meja pada nya. 
maghfira maulania 24/05/2011, leksika bookstore. saat sebuah kelompok belajar bersama

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar